Beranda | Artikel
Syiah dan Ancaman Persatuan Bangsa
Rabu, 17 Januari 2018

Buletin At-Tauhid edisi 03 Tahun XIV

Sebuah realita yang tidak bisa kita tolak adalah adanya perpecahan pada umat Islam. Bagaimanapun kaum muslimin menginginkan persatuan, tetap mereka tidak bisa menolak kenyataan ini. Hal ini telah dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

 

Aku memohon tiga hal kepada Rabbku (Allah). Ia mengkabulkan dua hal dan menolak satu hal: Aku memohon agar Dia tidak membinasakan umatku dengan paceklik (kekeringan), Dia mengkabulkannya. Aku memohon agar Dia tidak membinasakan umatku dengan ditenggelamkan (banjir), Dia  juga mengkabulkannya. Dan aku memohon agar Dia tidak menjadikan musibah sesama mereka (perpecahan), Dia tidak mengkabulkannya.” (HR. Muslim).

 

Setelah mengabarkan umat ini akan berpecah belah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan kelompok yang benar hanyalah satu. Sebagaimana sabdanya:

 

“Umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, seluruhnya akan masuk neraka, kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya: Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yang berpegang teguh dengan ajaran yang aku dan para sahabatku jalankan sekarang ini.” (HR. at-Tirmidzi).

 

Kedua hadits di atas mengabarkan akan adanya perpecahan kelompok di tengah kaum muslimin, dan bahwa hanya satu kelompok yang berada di atas jalan kebenaran (kelompok yang berpegang kepada sunnah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya). Adapun kelompok-kelompok yang tidak berpegang kepada sunnah tersebut, Nabi dan kemudian para ulama sudah mengabarkan akan kesesatan mereka.

 

Diantara paham atau ajaran yang disesatkan oleh ulama Islam adalah ajaran Syiah. Berikut kami uraikan argumentasi yang melatar-belakangi vonis ini.

 

Keyakinan Syiah Yang Jauh Menyimpang

Para ulama sejak zaman dahulu sudah menjelaskan bahaya sekte sesat syiah ini. Sekte ini memiliki banyak perbedaan prinsip beragama dan menyelisihi dasar-dasar Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salaam, diantaranya:

 

Pertama: Syiah dan Alquran

 

Kalau kita membaca buku-buku Syiah, maka kita dapati sebuah penyimpangan yang orang awam pun tahu kalau itu salah. Seandainya buku-bukunya dirobek covernya kemudian diberikan kepada orang awam, mereka sangka buku tersebut adalah buku agama baru yang menista Islam. Di antara contohnya adalah keyakinan Syiah bahwa Alquran umat Islam telah berubah. Dengan kata lain, Syiah mengatakan bahwa Alquran yang sekarang adalah palsu.

Ulama syiah Hisyam bin al-Hakam menyatakan bahwa Alquran itu baru dibuat pada zaman Utsmani bin Affan. Adapun Alquran yang asli diangkat ke langit ketika para sahabat murtad. Buku pertama Syiah yang menyatakan bahwa Alquran yang sekarang terdapat penambahan dan pengurangan adalah sebuah buku yang dikarang oleh ulama Syiah yang bernama Sulaim bin Qais al-Hilali tahun 90 H (Aqa’id asy-Syiah al-Itsna al-Asyriyyah).

 

Tokoh syiah lainnya mengatakan, “Berdasarkan kesepakatan ahlul kiblat dan al-Atsar, baik dari kalangan khusus atau awam, bahwa Alquran yang ada di tangan orang-orang pada hari ini bukanlah Alquran seutuhnya (saat diturunkan pen). Ada sebagiannya yang hilang, yang hari ini tidak ada pada Alquran di tangan orang-orang.” Ia juga mengatakan, “Di mush-haf ini ada suatu bagian yang tidak disukai oleh Utsman, ia pun menghapus bagian tersebut.” (Aqa’id asy-Syiah al-Itsna al-Asyriyyah, Hal: 46).

 

Demikianlah, mereka menganggap bahwa Al-Quran yang tersebar di tengah kaum muslimin sekarang ini adalah Al-Quran yang palsu dan menuduh sahabat Utsman bin Affan sudah mengubah isi Al-Quran. Ucapan-ucapan sesat sekte syiah ini sama saja tidak meyakini dan menganggap bohong firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Quran Al-Hijr: 9)

 

Kedua: Syiah dan Hadits Nabi

 

Keyakinan sesat dan berbahaya lainnya adalah tentang sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menuduh Rasulullah tidak menyampaikan semua wahyu yang Allah amanahkan kepada beliau. Sebagaiman diucapkan oleh Syihabuddin an-Najafi, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki cukup waktu dan kesempatan untuk mengajarkan semua hukum-hukum agama. Beliau disibukkan dengan peperangan sehingga tidak sempat merinci hukum-hukum… Terlebih lagi ketidak-mampuan masyarakat di zaman beliau menerima semua yang mereka butuhkan untuk kurun yang panjang.” (Aqa’id asy-Syiah al-Itsna al-Asyriyyah, Hal: 46).

 

Tuduhan ulama Syiah ini tentu sangat keji. Mereka menuduh Rasulullah telah gagal mengemban amanat yang Allah berikan untuk menyampaikan wahyu. Mereka menuduh Rasulullah telah berkhianat kepada ummatnya karena tidak menyampaikan seluruh wahyu yang beliau terima.

 

Anggapan kaum syiah ini sangat berbeda dengan ucapan murid-murid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, yaitu para sahabat. Abu Dzarr radhiyallahu anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membalik-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan telah beliau terangkan ilmunya kepada kami.”

Abu Dzarr radhiyallahu anhu juga mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian’.” (HR. At-Thabrani).

 

Ketiga: Syiah dan  Imam-Imam Mereka

 

Orang-orang Syiah mengagungkan imam-imam mereka dengan pengagungan yang berlebihan. Perlu diketahui, imam-imam mereka yang dua belas, sebenarnya tidak mengakui mereka sebagai pengikut. Sehingga klaim Syiah sebagai pengikut ahlul bait hanyalah klaim sepihak saja. Mereka membuat ucapan-ucapan dusta terhadap imam ahlu bait tersebut. Seperti sebuah ucapan yang mereka klaim adalah ucapan Ja’far ash-Shadiq rahimahullah: “Sesungguhnya aku benar-benar tahu segala yang terjadi di langit dan bumi. Aku tahu apa yang terjadi di surga. Apa yang terjadi di neraka. Aku mengetahui apa yang telah dan akan terjadi.” (Bihar al-Anwa, 26/111).

 

Orang-orang Syiah meyakini bahwa imam-imam mereka memiliki pengetahuan tentang hal gaib. Pengetahuan mereka menembus waktu dan tempat. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari para imam. Sementara kita kaum muslimin meyakini, manusia paling mulia seperti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mengetahui perkara gaib. Sebagaimana dikabarkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

 

Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?”   (Quran Al-An’am: 50).

 

Ketiga prinsip tersebut sudah cukup untuk menilai betapa jauhnya ajaran ini dari ajaran Islam. Dan dampak yang ditimbulkan dari pemahaman ini akan memanaskan negara Indonesia yang mayoritas merupakan Ahlussunnah wal Jama’ah.

 

Bahaya Ajaran Syiah

 

Di tengah giatnya pemerintah Indonesia menggelorakan persatuan dan kesatuan, masing-masing warga negara bisa memberi kontribusi dengan kompetensi mereka masing-masing. Di antara pemikiran, ajaran, dan gerakan yang perlu diwaspadai sebagai ancaman persatuan bangsa adalah ajaran Syiah. Kita bisa berkaca pada sejarah, bagaimana runtuhnya negara sebesar Daulah Abbasiyah. Pondasinya menjadi keropos, gerak-gerik mereka terpantau musuh, dan pertahanannya melemah dikarenakan seorang mata-mata Muayyiduddin al-Qami yang berkhianat dan bekerja sama dengan Hulagu Khan, musuh ummat islam saat itu. Akhirnya runtuhlah kerajaan Islam yang pernah mengukir puncak kejayaan Islam itu. Kerajaan besar yang berusia delapan abad tersebut.

 

Pada tahun 1406 H/1986 M, pihak keamanan Arab Saudi berhasil mengamankan bahan peledak yang dibawa jamaah haji Iran memasuki Mekah. Di tahun berikutnya, 1407 H/1987 M, kembali jamaah haji Syiah Iran mengadakan kerusuhan di tanah haram. Mereke berdomonstrasi anti Amerika di tanah suci dan di bulan suci dengan membawa senjata tajam.

 

Pada tahun 1414 H/1994 M orang-orang Syiah mengadakan pengrusakan di dekat Masjid al-Haram. Mereka juga membunuh beberapa jamaah haji. Mereka adalah orang-orang Syiah dari Kuwait dan satu orang dari Arab Saudi sendiri. Saat itu, Allah bukakan kebusukan yang mereka tutupi dengan istilah toleransi atau persaudaraan Sunni-Syiah, di hadapan jamaah haji dari seluruh dunia.

 

Kalau ada yang menyanggah, “Data yang disajikan adalah keadaan di masa lalu juga jauh dari Indonesia.” Orang yang bijak adalah mereka yang menjadikan orang lain sebagai pelajaran. Bukan menjadikan diri mereka sebagai pelajaran untuk orang lain dalam keburukan. Kemudian ideologi Syiah adalah ideologi yang ofensif. Kita lihat bagaimana Republik Islam Iran berdiri. Dengan damai atau revolusi berdarah? Revolusi berdarah. Mereka terus giat menyebarkan revolusi tersebut ke penjuru dunia. Terbukti dengan kawasan Timur Tengah sekarang. Muncul gerakan-gerakan separatis dan teroris yang disokong oleh Iran.

 

Penutup

 

Keberadaan Syiah merupakan sebuah konsekuensi yang harus kita terima dari perpecahan umat. Para ulama menganggap ajaran ini bertentangan dan tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran Islam. Ajaran ini mempengaruhi umat Islam dengan dalih cinta kepada keluarga Nabi. Pendekatan yang mereka lakukan dikategorikan soft approach (pendekatan lembut). Tapi, fakta di beberapa negara mereka mendorong terjadinya huru-hara dan pergolakan.

 

Sangat tepat apabila pemerintah, aparat, dan masyarakat secara umum mewaspadai diri dari ajaran ini. Jika benar mereka menginginkan persatuan dan kesatuan Indonesia.

 

Penulis: Ust Nur Fitri Hadi, MA (Alumnus Ma’had Al-‘Ilmi Yogyakarta), Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/syiah-dan-ancaman-persatuan-bangsa/